Tipe-Tipe Budaya Politik
Tipe-Tipe Budaya Politik

Tipe-Tipe Budaya Politik

anams.id – Komponen- Komponen Budaya Politik, Semacam dikatakan oleh Gabriel A. Almond serta Gram. Bingham Powell, Jr., kalau budaya politik ialah ukuran psikologis dalam sesuatu sistem politik. Iktikad dari statment ini bagi Ranney, merupakan sebab budaya politik jadi satu area psikologis, untuk terselenggaranya konflik- konflik politik( dinamika politik) serta terbentuknya proses pembuatan kebijakan politik. Selaku sesuatu area psikologis, hingga komponen- komponen berisikan unsur- unsur psikis dalam diri warga yang terkategori jadi sebagian faktor.

Bagi Ranney, ada 2 komponen utama dari budaya politik, ialah orientasi kognitif( cognitive orientations) serta orientasi afektif( affective oreintatations). Sedangkan itu, Almond serta Verba dengan lebih komprehensif mengacu pada apa yang diformulasikan Parsons serta Shils tentang klasifikasi tipe- tipe orientasi, kalau budaya politik memiliki 3 komponen obyek politik selaku berikut.

  1. Orientasi kognitif: ialah berbentuk pengetahuan tentang serta keyakinan pada politik, peranan serta seluruh kewajibannya dan input serta outputnya.
  2. Orientasi afektif: ialah perasaan terhadap sistem politik, peranannya, para aktor serta pe- nampilannya.
  3. Orientasi evaluatif: ialah keputusan serta komentar tentang obyek- obyek politik yang secara tipikal mengaitkan standar nilai serta kriteria dengan data serta perasaan.

Tipe- tipe Budaya Politik

  • Bersumber pada Perilaku Yang Ditunjukkan

Pada negeri yang mempunyai sistem ekonomi serta teknologi yang lingkungan, menuntut kerja sama yang luas buat memper¬padukan modal serta keahlian. Jiwa kerja sama bisa diukur dari perilaku orang terhadap orang lain. Pada keadaan ini budaya politik mempunyai kecenderungan perilaku” militan” ataupun watak” tolerasi”.

  • Budaya Politik Militan

Budaya politik dimana perbandingan tidak ditatap selaku usaha mencari alternatif yang terbaik, namun ditatap selaku usaha jahat serta menantang. Apabila terjalin kriris, hingga yang dicari merupakan kambing hitamnya, bukan diakibatkan oleh peraturan yang salah, serta permasalahan yang mempribadi senantiasa sensitif serta membakar emosi.

  • Budaya Politik Toleransi

Budaya politik dimana pemikiran berpusat pada permasalahan ataupun ilham yang wajib dinilai, berupaya mencari konsensus yang normal yang mana senantiasa membuka pintu buat bekerja sama. Perilaku netral ataupun kritis terhadap ilham orang, namun bukan curiga terhadap orang.

Bila statment universal dari pimpinan warga bernada sangat militan, hingga perihal itu bisa men¬ciptakan ketegangan serta meningkatkan konflik. Kesemuanya itu menutup jalur untuk perkembangan kerja sama. Statment dengan jiwa tolerasi nyaris senantiasa mengundang kerja sama. Bersumber pada perilaku terhadap tradisi serta pergantian. Budaya Politik dibagi atas:

  • Budaya Politik Yang mempunyai Perilaku Mental Absolut
Baca Juga :   Pengertian Integritas adalah

Budaya politik yang memiliki perilaku mental yang mutlak mempunyai nilai- nilai serta keyakinan yang. dikira senantiasa sempurna serta tidak bisa diganti lagi. Usaha yang dibutuhkan merupakan intensifikasi dari keyakinan, bukan kebaikan.

Pola pikir demikian cuma membagikan atensi pada apa yang selaras dengan mentalnya serta menolak ataupun melanda hal- hal yang baru ataupun yang berlainan( berlawanan). Budaya politik yang bernada mutlak dapat berkembang dari tradisi, tidak sering bertabiat kritis terhadap tradisi, malah cuma berupaya memelihara kemurnian tradisi. Hingga, tradisi senantiasa dipertahankan dengan seluruh kebaikan serta keburukan. Kesetiaan yang mutlak terhadap tradisi tidak membolehkan perkembangan faktor baru.

  • Budaya Politik Yang mempunyai Perilaku Mental Akomodatif

Struktur mental yang bertabiat akomodatif umumnya terbuka serta sedia menerima apa saja yang dikira berharga. Dia bisa membebaskan jalinan tradisi, kritis terhadap diri sendiri, serta bersedia memperhitungkan kembali tradisi bersumber pada pertumbuhan masa saat ini.

Jenis mutlak dari budaya politik kerap menyangka pergantian selaku sesuatu yang membahayakan. Masing- masing pertumbuhan baru dikira selaku sesuatu tantangan yang beresiko yang wajib dikendalikan. Pergantian dikira selaku penyim¬pangan. Jenis akomodatif dari budaya politik memandang pergantian cuma selaku salah satu permasalahan buat dipikirkan. Pergantian mendesak usaha revisi serta pemecahan yang lebih sempurna.

  • Bersumber pada Orientasi Politiknya

Kenyataan yang ditemui dalam budaya politik, nyatanya mempunyai sebagian alterasi. Bersumber pada orientasi politik yang dicirikan serta karakter- karakter dalam budaya politik, hingga tiap sistem politik hendak mempunyai budaya politik yang berbeda. Perbandingan ini terwujud dalam tipe- tipe yang terdapat dalam budaya politik yang tiap jenis mempunyai ciri yang berbeda- beda.

Dari kenyataan budaya politik yang tumbuh di dalam warga, Gabriel Almond mengklasifikasikan budaya politik selaku berikut:

Budaya politik parokial( parochial political culture), ialah tingkatan partisipasi politiknya sangat rendah, yang diakibatkan aspek kognitif( misalnya tingkatan pembelajaran relatif rendah).

Budaya politik kaula( subyek political culture), ialah warga bersangkutan telah relatif maju( baik sosial ataupun ekonominya) namun masih bertabiat pasif.

Budaya politik partisipan( participant political culture), ialah budaya politik yang diisyarati dengan pemahaman politik sangat besar.

Dalam kehidupan warga, tidak menutup mungkin kalau terjadinya budaya politik ialah gabungan dari ketiga klasifikasi tersebut di atas.

Keadaan warga dalam budaya politik partisipan paham kalau mereka berstatus masyarakat negeri serta membagikan atensi terhadap sistem politik. Mereka mempunyai kebanggaan terhadap sistem politik serta mempunyai keinginan buat mendiskusikan perihal tersebut. Mereka mempunyai kepercayaan kalau mereka bisa pengaruhi pengambilan kebijakan publik dalam sebagian tingkatan serta mempunyai keinginan buat mengorganisasikan diri dalam kelompok- kelompok keluhan apabila ada praktik- praktik pemerintahan yang tidak fair.

Baca Juga :   Golongan Ahli Waris

Budaya politik partisipan ialah lahan yang sempurna untuk berkembang suburnya demokrasi. Perihal ini disebabkan terbentuknya harmonisasi ikatan masyarakat negeri dengan pemerintah, yang diarahkan oleh tingkatan kompetensi politik, ialah menuntaskan suatu perihal secara politik, serta tingkatan efficacy ataupun keberdayaan, sebab mereka merasa mempunyai paling tidak kekuatan politik yang diarahkan oleh masyarakat negeri. Oleh sebab itu mereka merasa butuh buat ikut serta dalam proses pemilu serta mempercayai perlunya keterlibatan dalam politik. Tidak hanya itu masyarakat negeri berfungsi selaku orang yang aktif dalam warga secara sukarela, sebab terdapatnya silih yakin( trust) antar masyarakat negeri. Oleh sebab itu dalam konteks politik, jenis budaya ini ialah keadaan sempurna untuk warga secara politik.

Budaya Politik subyek lebih rendah satu derajat dari budaya politikpartisipan. Warga dalam jenis budaya ini senantiasa mempunyai uraian yang sama selaku masyarakat negeri serta mempunyai atensi terhadap sistem politik, namun keterlibatan mereka dalam metode yang lebih pasif. Mereka senantiasa menjajaki berita- berita politik, namun tidak bangga terhadap sistem politik negaranya serta perasaan komitmen emosionalnya kecil terhadap negeri. Mereka hendak merasa tidak aman apabila membicarakan masalah- masalah politik.

Demokrasi susah buat tumbuh dalam warga dengan budaya politik subyek, sebab tiap- tiap masyarakat negaranya tidak aktif. Perasaan mempengaruhi terhadap proses politik timbul apabila mereka sudah melaksanakan kontak dengan pejabat lokal. Tidak hanya itu mereka pula mempunyai kompetensi politik serta keberdayaan politik yang rendah, sehingga sangat sukar buat mengharapkan artisipasi politik yang besar, supaya terciptanya mekanisme kontrol terhadap berjalannya sistem politik.

Budaya Politik parokial ialah jenis budaya politik yang sangat rendah, yang didalamnya warga apalagi tidak merasakan kalau mereka merupakan masyarakat negeri dari sesuatu negeri, mereka lebih mengidentifikasikan dirinya pada perasaan lokalitas. Tidak ada kebanggaan terhadap sistem politik tersebut. Mereka tidak mempunyai atensi terhadap apa yang terjalin dalam sistem politik, pengetahuannya sedikit tentang sistem politik, serta tidak sering membicarakan masalah- masalah politik.

Budaya politik ini pula mengindikasikan kalau masyarakatnya tidak mempunyai atensi ataupun keahlian buat berpartisipasi dalam politik. Perasaan kompetensi politik serta keberdayaan politik otomatis tidak timbul, kala berhadapan dengan institusi- institusi politik. Oleh sebab itu ada kesusahan buat berupaya membangun demokrasi dalam budaya politik parokial, cuma dapat apabila ada institusi- institusi serta perasaan kewarganegaraan baru. Budaya politik ini dapat dtemukan dalam warga suku- suku di negara- negara belum maju, semacam di Afrika, Asia, serta Amerika Latin.

Baca Juga :   Warisan Bersejarah Kerajaan Sriwijaya: 7 Prasasti yang Menceritakan Kehidupan Masyarakat Pada Masa Lampau

Tetapi dalam realitas tidak terdapat satupun negeri yang mempunyai budaya politik murni partisipan, pariokal ataupun subyek. Melainkan ada alterasi kombinasi di antara ketiga tipe- tipe tersebut, ketiganya bagi Almond serta Verba tervariasi ke dalam 3 wujud budaya politik, ialah:

  1. Budaya politik subyek- parokial( the parochial- subject culture)
  2. Budaya politik subyek- partisipan( the subject- participant culture)
  3. Budaya politik parokial- partisipan( the parochial- participant culture)

Bersumber pada penggolongan ataupun bentuk- bentuk budaya politik di atas, bisa dipecah dalam 3 model kebudayaan politik selaku berikut:

Model- Model Kebudayaan Politik

  • Demokratik Industrial Sistem Otoriter Demokratis Pra Industrial

Dalam sistem ini lumayan banyak aktivis politik buat menjamin terdapatnya kompetisi partai- partai poli- tik serta kedatangan pemberian suara yang besar. Di mari jumlah industrial serta modernis sebagian kecil, walaupun ada organisasi politik serta partisipan politik semacam mahasiswa, kalangan in- telektual dengan aksi persuasif menentang sis- tem yang terdapat, namun seba- gian besar jumlah rakyat cuma jadi subyek yang pasif. Dalam sistem ini cuma ada sedikit sekali parti- sipan serta sedikit pula keter- libatannya dalam peme- rintahan.

Pola kepemimpinan selaku bagian dari budaya politik, menuntut konformitas ataupun mendesak kegiatan. Di negeri tumbuh semacam Indonesia, pemerintah diharapkan kian besar peranannya dalam pembangunan di seluruh bidang. Dari sudut penguasa, konformitas menyangkut tuntutan ataupun harapan hendak sokongan dari rakyat. Modifikasi ataupun kompromi tidak diharapkan, terlebih kritik. Bila pemimpin itu merasa dirinya berarti, hingga ia menuntut rakyat menunjuk¬kan kesetiaannya yang besar. Hendak namun, terdapat pula elite yang menyadari inisiatif rakyat yang memastikan tingkatan pembangunan, hingga elite itu lagi mengembang¬kan pola kepemimpinan inisiatif rakyat dengan tidak mengekang kebebasan.

Sesuatu pemerintahan yang kokoh dengan diiringi kepasifan yang kokoh dari rakyat, umumnya memiliki budaya politik bertabiat agama politik, ialah politik dikembang¬kan bersumber pada identitas agama yang cenderung mengendalikan secara ketat tiap anggota warga. Budaya tersebut ialah usaha percampuran politik dengan identitas keagamaan yang dominan dalam warga tradisional di negeri yang baru tumbuh.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *