Anams.Id – Dalam literatur hukum arab bakal ditemui penggunaaan kata Mawaris, wujud kata jamak dari Miras. Tetapi banyak dalam kitab fikih tidak menggunkan kata mawaris lagi kata yang digunakan merupakan faraid lebih dulu daripada kata mawaris. Rasullulah SAW memakai kata faraid serta tidak menggunnakan kata mawaris. Hadis riwayat Ibnu Abas Ma’ ud berbunyi: dari ibnui Abas ia mengatakan, Rasullulah bersabda:
Pelajarilah al- Qur’ an serta ajarkanlah pada orang lain. Pelajari pula faraid dan ajarkan kepada orang- orang( HR Ahmad)
Dalam KUH Perdata( BW) menurut Pasal 830“ Pewarisan cuma terjadi karna apabila terdapat kematian”. Pewarisan cuma terjadi apabila terdapat kematian. Apabila belum terdapat kematian hingga belum terjadi warisan. Wirtyono Prodjodikoro Berkata:
“ warisan merupakan soal apakah serta bagaimanakah bermacam hak- hak serta kewajiban- kewajiban tentang kekayaan seorang pada waktu dia wafat bakal bergeser kepada orang lain yang masih hidup.”
Di sini bisa dimaksud kalau pewarisan bakal berlangsung apabila pewaris telah meninggak dunia serta pewaris meninggalkan harta warisan.
Hukum waris merupakan hukum yang mengendalikan mengenai apa yang wajib terjalin dengan harta kekayaan seorang yang wafat, dengan kata lain,
mengatur peralihan harta kekayaan yang ditinggalkan seorang yang wafat dan akibat– dampaknya menurut pakar waris.
Penafsiran Hukum Waris Menurut Para Ahli
Menurut R. Santoso Pudjosubroto
Menurutnya hukum waris yakni hukum yang mengendalikan apakah serta bagaimanakah hak- hak serta kewajiban tentang harta barang seorang pada waktu dia wafat dunia hendak bergeser kepada orang lain yang masih hidup.
Menurut B. Ter Haar Bzn
Menurutnya hukum waris yakni aturan- aturan hukum menimpa metode gimana dari abad ke abad penerusan serta peralihan dari harta kekayaan yang berwujud serta tidak berwujud serta dari generasi ke generasi.
Menurut Soepomo
Menurut hukum waris yakni peraturan- peraturan yang mengendalikan proses meneruskan dan menoperkan beberapa barang yang tidak berwujud barang“ immaterielle goederen” dari sesuatu angkatan manusia“ generatie” kepada turunannya.
Menurut Soerojo Wignyodipoero, 1985: 161
Hukum adat waris meliputi norma- norma hukum yang mentapkan harta kekayaan baik yang materiil yang manakah dari seorang yang bisa diserahkan kepada keturunannya dan sekalian pula mengendalikan dikala, metode serta proses peralihannya.
Menurut Iman Sudiyat
Hukum waris adat meliputi ketentuan aturan- aturan serta keputusan- keputusan hukum yang bertalian dengan proses penerus/ pengoperan serta peralihan/ perpindahan harta kekayaan materiil serta immateriil dari generasi ke generasi.
Menurut Hilman Hadikusuma
Hukum waris adat yakni hukum adat yang muat garis- garis syarat tentang sistem serta azas- azas hukum waris tentang warisan, pewaris serta waris dan metode gimana harta warisan itu dialihkan kemampuan serta pemilikannya dari pewaris kepada waris.
Menurut Wirjono Prodjodikoro, 1976
Hukum waris yakni hukum yang mengendalikan tentang peran harta kekayaan seorang sehabis dia wafat dunia, serta cara- cara berpindahnya harta kekayaan itu kepada orang lain.
Menurut Profesor. MR. Meter. J. A Von Mourik
Hukum waris ialah segala ketentuan yang menyangkut penggantian peran harta kekayaan yang mencakup himpunan aktiva serta pasifa orang yang wafat dunia.
Menurut J. Satrio, SH
Hukum waris yakni peraturan yang mengendalikan perpindahan kekayaan seorang yang wafat dunia kepada satu/ semenurutan orang dengan dalam perihal ini hukum waris ialah menurutan dari harta kekayaan.
Menurut Efendi Perangin SH
Hukum waris yakni hukum yang mengendalikan tentang peralihan harta kekayaan yang ditingkatkan seorang yang wafat dan dampaknya untuk para pakar warisnya.
Menurut Profesor Ali Afandi SH
Hukum waris yakni hukum yang mengendalikan tentang kekayaan yang ditinggalkan seorang yang wafat dunia dan dampaknya untuk para pakar warisnya.
Menurut H. Abdullah Syah, 1994
Hukum waris menurut sebutan bahasa yakni takdir“ qadar/ syarat serta pada sya’ ra yakni menurutan- menurutan yang diqadarkan/ didetetapkan untuk waris.