Hukum Waris Adat
Hukum Waris Adat

Hukum Waris Adat dan Pembagiannya

Anams.Id – Dalam perihal ini hukum waris ialah salah satu bagian dari hukum perdata secara totalitas serta merupakan bagian terkecil dari hukum kekeluargaan. Hukum waris pada dasarnya sangat berkaitan dengan ruang lingkup kehidupan manusia, sebab tiap manusia dimuka bumi ini nyatanya bakal mengalami peristiwa hukum yang dinamakan kematian.

Hukum Waris Adat

Hukum waris adat menurut Soepomo, ialah peraturan yang memuat pengaturan mengenai proses penerusan dan pengoperan beberapa barang harta benda serta beberapa barang yang tidak tercantum harta beda dari suatu angkatan manusia kepada turunannya. Setelah itu yang dikemukakan oleh Ter Haar, hukum waris adat merupakan aturan- aturan hukum yang mengendalikan metode bagaimana dari abad ke abad penerusan serta peralihan dari harta kekayaan yang berwujud serta tidak berwujud dari generasi pada generasi selanjutnya.

Dengan demikian, hukum waris itu memuat ketentuan- ketentuan yang mengendalikan metode penerusan serta peralihan harta kekayaan dari pewaris kepada para ahli warisnya. Metode penerusan serta peralihan harta tersebut bisa berlaku semenjak pewaris masih hidup ataupun sehabis pewaris wafat. Wujud peralihannya bisa dengan metode penunjukkan, penyerahan kekuasaan, ataupun penyerahan pemilikan atas bendanya oleh pewaris kepada ahli warisnya. Jadi bukanlah sebagaimana yang diungkapkan oleh Wirjono, penafsiran“ warisan” yakni kalau warisan itu merupakan soal apakah serta bagaimanakan bermacam hak- hak serta kewajiban- kewajiban tentang kekayaan seseorang pada waktu dia wafat bakal bergeser kepada orang lain yang masih hidup.

Jadi warisan bagi Wirjono yaitu metode penyelesaian ikatan hukum dalam warga yang melahirkan sedikit banyak kesusahan sebagai akibat dari wafatnya seorang manusia, dimana manusia yang meninggal itu meninggalkan harta kekayaan. Sebutan warisan dimaksud sebagai metode penelesaian bukan dimaksud pada bendanya. Setelah itu metode penyelesaian itu sebagai akibat dari kematian seseorang, sebaliknya Hilman Hadikusuma mengartikan warisan itu yakni bedanya serta penyelesaian harta barang seorang kepada warisnya bisa dilaksanakan saat sebelum dia meninggal.

Baca Juga :   Mengenal Lebih Dekat Suku Asmat: Budaya dan Upacara Adat yang Mengagumkan

Pembagian Waris Menurut Hukum Adat

Dalam perihal pembagiannya ialah anak- anak serta ataupun keturunannya dan janda, seluruh harta menurut pasal 852 BW wajib di bagi sebagai berikut:

Apabila anak- anak dari sang meninggal masih hidup, anak- anak itu serta janda menemukan tiap- tiap sesuatu bagian yang sama, misalnya terdapat 4 anak serta janda hingga mereka masing- masing 1/ 5 bagian.

Apabila salah seseorang anak telah wafat lebih dulu, serta dia memiliki anak( jadi cucu dari sang peninggal warisan), misalnya 4 cucu, hingga mereka semua mendapat 1/ 5 bagian sebagai pengganti ahli waris( plaatsvervulling) bagi pasal 842 BW. Jadi masing–masing cucu mendapat 1/ 20 bagian.

Dalam perihal ini tidak diperdulikan apakah anak- anak itu merupakan lelaki ataupun wanita, anak tertua ataupun termuda( zonder onderscheid van kunne of eerstegeboorte).

Menurut syarat Hukum Adat yang tumbuh di dalam warga, secara garis besar bisa dikatakan kalau sistem( pembagianya) hukum waris adat terdiri dari 3 sistem, ialah:

Sistem Kolektif, Bagi sistem ini pakar waris menerima penerusan serta pengalian harta peninggalan selaku satu kesatuan yang tidak dibagi serta masing- masing pakar waris cuma memiliki hak buat memakai ataupun menemukan hasil dari harta tersebut. Contohnya semacam Minangkabau, Ambon serta Minahasa.

Sistem Mayorat, Bagi sistem ini harta peninggalan dialihkan selaku satu kesatuan yang tidak dibagi dengan hak kemampuan yang dilimpahkan kepada anak tertentu saja, misalnya anak pria tertua( Bali, Lampung, Teluk Yos Sudarso) ataupun wanita tertua( Semendo/ Sumatra Selatan), anak pria termuda( Batak) ataupun wanita termuda ataupun anak pria saja.***

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *