Berikut Isi Dari Perjanjian Giyanti Dan Dampaknya
Berikut Isi Dari Perjanjian Giyanti Dan Dampaknya

Berikut Isi Dari Perjanjian Giyanti Dan Dampaknya

Dampak Perjanjian Giyanti

Perjanjian ini buat pihak VOC ditandatangani oleh N. Hartingh, W. van Ossenberch, J. J. Steenmulder, C. Donkel serta W. Fockens. Akibat perjanjian giyanti ialah kerusuhan terus berlangsung, perihal ini sebab kelompok Pangeran Sambernyawa ataupun Raden Mas Said tidak ikut dan dalam perjanjian tersebut.

Tokoh Perjanjian Giyanti

Tokoh- tokoh yang ikut serta dalam perjanjian Giyanti:

Dari pihak Pangeran Mangkubumi

Pangeran Natakusuma, Tumenggung Ronggo

Dari pihak VOC

Hartingh, Breton, Kapten C. Denkel serta W. Fockens

Juru Bahasa

pendeta Bastani

Point Perjanjian Giyanti

Bersumber pada negosiasi 22- 23 September 1754& pesan persetujuan Paku Buwono III hingga pada 13 Februari 1755 ditandatangani‘ Perjanjian di Giyanti yg kurang lebih poin- poinnya, semacam dikemukakan Soedarisman Poerwokoesoemo, sebagai berikut:

Pasal 1

Pangeran Mangkubumi dinaikan selaku Sultan Hamengku Buwono Senopati Ingalaga Ngabdurrahman Sayidin Panotogomo Kalifattullah di atas separo dari Kerajaan Mataram, yg diberikan kepada dia dengan hak turun temurun pada warisnya, dlm perihal ini Pangeran Adipati Anom Bendoro Raden Mas Sundoro.

Pasal 2

Akan tetap diusahakan terdapatnya kerjasama antara rakyat yg terletak dibawah kekuasaan Kumpeni dengan rakyat Kasultanan.

Pasal 3

Saat sebelum Pepatih Dalem[Rijks- Bestuurder]& para Bupati mulai melakukan tugasnya masing- masing, mereka wajib melaksanakan sumpah setia pada Kumpeni di tangan Gubernur. Intinya seseorang patih dari 2 kerajaan wajib dikonsultasikan dengan Belanda saat sebelum setelah itu Belanda menyetujuinya.

Pasal 4

Sri Sultan tidak akan mengangkut/ memberhentikan Pepatih Dalem& Bupati, saat sebelum memperoleh persetujuan dari Kumpeni. Pokok pokok pemikirannya itu Sultan tidak mempunyai kuasa penuh terhadap menyudahi ataupun berlanjutnya seseorang patih sebab seluruh keputusan terdapat di tangan Dewan Hindia Belanda.

Pasal 5

Baca Juga :   Negara Pelopor Penjelajahan Samudra

Sri Sultan hendak mengampuni Bupati yg sepanjang dlm peperangan memihak Kumpeni.

Pasal 6

Sri Sultan tidak bakal menuntut haknya atas pulau Madura& daerah- daerah pesisiran, yg sudah diserahkan oleh Sri Sunan Paku Buwono II kepada Kumpeni dlm Contract- nya bertepatan pada 18 Mei 1746. Kebalikannya Kumpeni hendak berikan ganti rugi kepada Sri Sultan 10. 000 real masing- masing tahunnya.

Pasal 7

Sri Sultan bakal berikan dorongan pada Sri Sunan Paku Buwono III sewaktu- waktu dibutuhkan.

Pasal 8

Sri Sultan berjanji hendak menjual kepada Kumpeni bahan- bahan santapan dengan harga tertentu.

Pasal 9

Sultan berjanji hendak mentaati seluruh berbagai perjanjian yg sempat diadakan antara raja- raja Mataram terdahulu dengan Kumpeni, spesialnya perjanjian- perjanjian 1705, 1733, 1743, 1746, 1749.

Perjanjian Giyanti antara VOC serta Mataram

Perjanjian Giyanti yakni kesepakatan antara VOC, pihak Mataram[diwakili oleh Sunan Pakubuwana III],& kelompok Pangeran Mangkubumi. Kelompok Pangeran Sambernyawa tidak turut dlm perjanjian ini. Pangeran Mangkubumi demi keuntungan individu memutar haluan menyeberang dari kelompok pemberontak bergabung dengan kelompok pemegang legitimasi kekuasaan memerangi pemberontak ialah Pangeran Sambernyawa. Perjanjian yg ditandatangani pada bulan 13 Februari 1755 ini secara de facto& de jure menandai berakhirnya Kerajaan Mataram yg seluruhnya independen.

Nama Giyanti diambil dari posisi penandatanganan perjanjian ini, ialah di Desa Giyanti[ejaan Belanda, saat ini tempat itu berlokasi di Dukuh Kerten, Desa Jantiharjo], di tenggara kota Karanganyar, Jawa Tengah. Bersumber pada perjanjian ini, daerah Mataram dipecah 2: daerah di sebelah timur Kali Opak[melintasi wilayah Prambanan sekarang] dipahami oleh pewaris tahta Mataram[yaitu Sunan Pakubuwana III]& senantiasa berkedudukan di Surakarta, sedangkan daerah di sebelah barat[daerah Mataram yg asli] diserahkan kepada Pangeran Mangkubumi sekalian dia dinaikan jadi Sultan Hamengkubuwana I yg berkedudukan di Yogyakarta.

Baca Juga :   Tujuan Konstitusi: Membangun Negara yang Berkeadilan dan Berdaulat

Di dalamnya pula ada klausul, kalau pihak VOC bisa memastikan siapa yg menguasai kedua daerah itu bila dibutuhkan. Bagi dokumen register setiap hari N. Hartingh[Gubernur VOC buat Jawa Utara], pada bertepatan pada 10 September 1754 N. Hartingh berangkat dari Semarang buat menemui Pangeran Mangkubumi. Pertemuan dengan Pangeran Mangkubumi sendiri baru pada 22 September 1754. Pada hari selanjutnya diadakan negosiasi yg tertutup& cuma dihadiri oleh sedikit orang. Pangeran Mangkubumi didampingi oleh Pangeran Notokusumo& Tumenggung Ronggo. Hartingh didampingi Breton, Kapten Donkel,& sekretaris Fockens. Sebaliknya yg jadi juru bahasa yakni Pendeta Bastani. Pembicaraan awal menimpa pembagian Mataram.

N. Hartingh melaporkan keberatan sebab tidak bisa jadi terdapat 2 buah matahari. Mangkubumi melaporkan di Cirebon terdapat lebih dari satu Sultan. Hartingh menawarkan Mataram sebelah timur. Usul ini ditolak si Pangeran. Negosiasi berjalan kurang mudah sebab masih terdapat kecurigaan di antara mereka. Kesimpulannya setelah bersumpah buat tidak silih melanggar janji hingga pembicaraan jadi mudah.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *